Langsung ke konten utama

kisah abu nawas tentang air ajaib

     


Abu Nawas adalah seorang tokoh legendaris dalam cerita-cerita rakyat Timur Tengah, terutama dalam tradisi sastra Arab. 

    Ia dikenal sebagai seorang yang cerdas, licik, dan seringkali menggunakan humor untuk menyampaikan hikmah atau menghibur. 

    Berikut adalah salah satu cerita tentang Abu Nawas:

Suatu hari, 

    Harun Al-Rashid, khalifah besar di Baghdad, mengundang Abu Nawas untuk menghadiri jamuan makan istana. 

    Abu Nawas dengan ceria datang ke istana, namun tampaknya ia terlihat agak berbeda dari biasanya.

    Khalifah bertanya, "Abu Nawas, mengapa kau terlihat begitu berbeda hari ini? Apakah  ada sesuatu yang tidak beres?"

  Abu Nawas tersenyum dan menjawab, "Wahai Khalifah yang mulia, saya baru saja mengalami pengalaman yang luar biasa! Saya telah menemukan air ajaib yang bisa membuat saya lebih muda!"

     Khalifah tertarik, "Air ajaib? Dimana kau menemukannya?"

   Abu Nawas menjawab, "Saya menemukannya di sungai yang jauh di utara Baghdad. Sungai itu disebut 'Sungai Air Ajaib.' Cukup dengan mencuci wajah dengan air sungai itu, seseorang akan kembali muda dan sehat!"

    Khalifah segera tertarik dan memerintahkan agar segera dibawa air dari sungai tersebut. Namun, begitu air sungai itu sampai, Abu Nawas dengan cerdik mengambil airnya dan minum sendiri. Kemudian, ia bersiap-siap untuk pergi.

   Khalifah yang penasaran bertanya, "Tunggu sebentar, mengapa kau tidak mencuci wajahmu dengan air itu?"

    Abu Nawas tersenyum penuh kelicikan, "Wahai Khalifah, saya tidak ingin terlihat lebih muda dari padamu. Bukan begitu tujuan sejati dari hidup. Sebaliknya, saya ingin membuktikan bahwa kebijaksanaan dan pengalaman lebih berharga daripada keindahan dan keabadian."

    Khalifah tertawa dan mengakui kecerdasan Abu Nawas. Meskipun terkadang tampil bodoh, Abu Nawas selalu memiliki cara unik untuk menyampaikan pesan bijak dan memberikan hiburan bagi orang-orang di sekitarnya.

    Beberapa hari kemudian, Khalifah Harun Al-Rashid mengundang Abu Nawas untuk berkumpul lagi di istana. Kali ini, Harun Al-Rashid membawa sebotol air yang konon berasal dari sungai ajaib.

    "Saya juga ingin merasakan keajaiban air ini," kata Khalifah dengan penuh semangat.

    Abu Nawas tertawa kecil dan berkata, "Tentu, ya Khalifah. Tapi ingat, keajaiban yang sesungguhnya terletak pada bagaimana kita menggunakan waktu dan pengetahuan kita."

    Khalifah yang ingin tahu meminta Abu Nawas untuk mencoba air ajaib tersebut terlebih dahulu. Namun, Abu Nawas dengan licik mengelak, "Sungguh, Khalifah, saya lebih suka Khalifah yang bijak mencoba terlebih dahulu. Saya ingin melihat hasilnya."

    Tak mau kalah, Khalifah pun mengambil sendiri cangkir air ajaib itu dan mencucinya. Ia menunggu beberapa saat, tetapi tidak ada perubahan yang terlihat pada dirinya.

    Abu Nawas dengan polos berkomentar, "Mungkin memang butuh waktu yang lebih lama, atau mungkin kita perlu menggunakannya secara teratur. Tetapi ingat, sungguh ajaib jika kita bisa merasa bahagia dan bersyukur dengan apa yang kita miliki saat ini."

    Khalifah tersenyum menyadari bahwa Abu Nawas telah memberikannya pelajaran berharga tentang kebijaksanaan dan keberkahan hidup. 

    Dari hari itu, Khalifah Harun Al-Rashid selalu mengingat pesan bijak Abu Nawas dan menjalani hidupnya dengan lebih bersyukur, tidak terpaku pada keinginan untuk keabadian atau keajaiban yang semu.

    Beberapa waktu kemudian, Khalifah Harun Al-Rashid merasa tertarik untuk mengunjungi tempat yang disebut Abu Nawas sebagai sumber air ajaib. Mereka berdua pergi bersama-sama ke utara Baghdad, menelusuri hutan dan lembah hingga akhirnya tiba di tepi sungai yang indah.

    "Sungguh, sungai ini indah sekali," ucap Khalifah.

    Abu Nawas menjawab sambil tersenyum, "Betul, bukan? Namun, airnya sendiri bukanlah yang membuat kita muda. Kecerdasan kita terletak pada bagaimana kita menemukan keindahan dan keajaiban di setiap aspek hidup, bukan hanya pada air yang bisa kita sentuh."

    Mereka berdua bersantai di tepi sungai, menikmati pemandangan alam yang memukau. Abu Nawas mengajarkan Khalifah tentang nilai kesederhanaan dan keindahan yang dapat ditemukan di sekitar kita tanpa harus mencari keajaiban yang mungkin tidak nyata.

    Setelah pulang ke istana, Khalifah mengumumkan bahwa sungai tersebut akan dijadikan tempat rekreasi bagi warga Baghdad. Ia memutuskan untuk membangun taman indah di sekitar sungai, di mana orang-orang dapat bersantai, bermain, dan menikmati keindahan alam. 

    Keputusan ini tidak hanya membuat warga bahagia, tetapi juga menjadi warisan positif yang terinspirasi dari petualangan bersama Abu Nawas.

    Dengan kebijaksanaan dan sentuhan humor Abu Nawas, Khalifah Harun Al-Rashid berhasil memahami bahwa kebahagiaan sejati bukanlah melalui keajaiban atau benda-benda materi, melainkan melalui penghargaan terhadap kehidupan dan kasih sayang terhadap sesama.     

    Abu Nawas pun tetap menjadi penasihat yang bijak dan sahabat yang setia bagi Khalifah dan rakyat Baghdad.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

17 Kata kata KH. Maemoen Zubair Dalam bahasa Jawa ( Mbah Moen )

  KH. Maemoen Zubair   17 Kata-kata nasihat dan pepeling KH. Maemoen Zubair ( Mbah Moen ) 1. Apik-apik’e dunyo iku nalikone pisah antarane apik lan olo. Sakwali’e, elek-elek’e dunyo iku nalikone campur antarane apik lan olo. Mulane apik iku kanggone wong Islam, lan elek iku kanggone wong kafir. (Bagusnya dunia itu ketika pisah antara bagus dan jelek, sebaliknya jeleknya dunia itu ketika campur antara bagus dan jelek). 2. Nak wong ahli toriqoh utowo ahli tasawuf iku ora ono bedone doso iku gede utowo cilik podo bae kabeh didohi. (Kalau orang Ahli Toriqoh atau Tasawuf tidak ada bedanya dosa itu baik besar atau kecil semuanya ditinggalkan). 3. Wong Yahudi iku biyen gelem mulang angger dibayar, tapi akehe kiyai saiki ngalor ngidul karo rokoan ora gelem mulang nak ora dibayar, gelem mulang angger dibayar. (Orang Yahudi dulu mau mengajar kalau dikasih uang, tetapi kebanyakan kyai sekarang mondar-mandir sambil rokoan tidak mau mengajar kalau tidak dikasih uang). 4. Apik-apik’e wong iku taqwo

pepeling mbah moen

10 kata pepeling mbah maemoen   1. Jika engkau bukanlah orang yang menguasai ilmu agama, maka ajarkanlah alif ba’ ta’ kepada anak-anakmu, setidaknya itu menjadi amal jariyah untukmu yang tak terputus pahalanya meskipun kau berada di alam kubur. 2. Jangan mudah berburuk sangka agar tidak gelap hati dan tidak sengsara. 3. Jangan mikir kelak jadi apa, yang penting belajar giat. 4. Janganlah sedih atas suatu musibah, kamu tidak mengetahui apa yang akan Allah berikan kepadamu sebagai gantinya. 5. Jika kau tak bisa berbuat baik sama sekali. Maka tahanlah tangan dan lisanmu dari menyakiti. Setidaknya itu menjadi sedekah untuk dirimu. 6. Termasuk orang yang bagus yaitu orang yang tidak bisa mengaji tetapi suka berkumpul dengan orang yang bisa mengaji. 7. Kamu kalau jadi guru, dosen atau jadi kyai kamu harus tetap punya usaha sampingan agar hati kamu tidak selalu mengharap pemberian ataupun bayaran orang lain. 8. Jika kau tidak bisa berbuat baik, maka tahanlah lisan dan tanganmu dari menyakiti.